Selamat Datang di My Blog

Dengan membuka blog ini saya harap bisa saling berbagi...

Senin, 17 Mei 2010

Wali Nikah


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Menurut Imam Maliki dan Imam Syafi'i bahwa wali adalah salah satu rukun perkawinan dan tidak ada perkawinan tanpa wali (Mahmud Yunus, 1964: 53). jadi suatu perkawinan dianggap tidak sah jika tidak terdapat seorang wali yang mengijabkan mempelai wanita kepada mempelai pria.
Pada hakikatnya seorang perempuan harus ditikahkan oleh ayahnya yang bertindak sebagai wali, namun tidak selamanya hubungan antar keduanya itu berjalan dengan baik, terkadang hanya karena berbeda pendangan seorang ayah tidak mau bertindak menjadi seorang wali bagi anaknya.
Berbeda pandangan mungkin hal yang wajar, tapi dampak dari hal itu dapat menggeserkan hak wali dari ayahnya kepada orang lain. Hal tersebut terjadi jikalau ayahnya sampai merasa enggan untuk menikahkan putrinya sehingga oleh hakim diputuskan sebagai wali adhal.
Perpindahan hak wali memang ada tingkatannya, tetapi kalau perpindahannya itu disebabkan oleh keengganan wali untuk menikahkan (adhal) maka tingkatan itu menjadi tidak berlaku, dan perpindahan hak untuk menikahkan langsung kepada wali hakim.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa arti Wali dalam Pernikahan?
2. Seperti apakah problematika wali dalam pernikahan?
3. Apa dampak yang ditimbulkannya?

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN URUTAN WALI NIKAH
Wali dalam pernikahan adalah yang menjadi pihak pertama dalam aqad nikah, karena yang mempunyai wewenang menikahkan mempelai perempuan, atau yang melakukan ijab. Sedang mempelai laki-laki akan menjadi pihak kedua, atau yang melakukan qabul. Wali merupakan syarat sah pernikahan gadis, tanpa wali pernikahan tidak sah, kecuali menurut mazhab Hanafi yang mengatakan sah nikah tanpa wali.
Dalam sebuah hadist dikatakan "Janda lebih berhak atas dirinya dan gadis hanya ayahnya yang menikahkannya" (H.R. Daru Quthni). Dalam hadist Ibnu Abbas "Tidak ada nikah sah tanpa wali" atau “Nikah tidak sah tanpa wali”. (H.R. AHmad dan Ashab Sunan). Adapun urutan wali adalah sebagai berikut:
1. Ayah
2. Kakek (bapaknya bapak)
3. Saudara laki-laki sekandung
4. Saudara laki-laki sebapak(lain ibu)
5. Anak laki-lakinya saudara laki-laki kandung (keponakan)
6. Anak laki-lakinya saudara laki-laki sebapak
7. Paman (saudara laki-laki bapak sekandung)
8. Paman (saudara laki-laki bapak sebapak)
9. Anak laki-laki dari paman nomor 6 dalam urutan ini
10. Anak laki-lakidari paman nomor 7 dalam urutan ini kalau semua wali tidak ada maka walinya adalah pemerintah (dalam hal ini KUA).
Madzhab Maliki memperbolehkan wali "kafalah", yaitu perwalian yang timbul karena seorang lelaki yang menanggung dan mendidik perempuan yang tidak mempunyai orang tua lagi, sehingga ia seakan telah menjadi orang tua perempuan tersebut.
Wali juga boleh diwakilkan, demikian juga pihak lelaki juga boleh mewakilan dalam melakukan akad nikah. Cara mewakilkan bisa dengan perkataan, misalnya wali mengatakan kepada wakilnya "aku mewakilkan perwalian si fulanah kepada saudara dalam pernikahannya dengan si fulan", atau juga bisa menggunakan tertulis dengan surat pewakilan. Surat pewakilan bersegel akan lebih baik secara hukum. Dalam mewakilan tidak disyaratkan menggunakan saksi.

B. CONTOH KASUS
Dalam makalah ini yang membahas tentang wali, kami akan mengambil contah kasus, yaitu kedudukan wali adhal dalam perkawinan EP dan WS di Kebon Pala Cibadak Sukabumi.

1. Factor Terjadinya Wali Adhal Dalam Perkawinan EP Dan Ws
Kasus keenganan wali untuk menikahkan putrinya yang berada dibawah perwaliannya dewasa ini banyak terjadi, yang disebabkan oleh beberapa factor. Karena peningkatan taraf hidup masyarakat yang semakin tinggi, dan peningkatan itu menyebabkan penilaian seseorang terhadap orang lain berbeda-beda. Penilaian mengenai persamaan (kufu’) diantara laki-laki dan perempuan, ini banyak meynebabkan wali menghalangi perkawinan anak perempuan atau yang berada dibawahnya..
Ujang sudrajat adalah bapak kandung dari EP, pekerjaannya sehari-hari ialah berjualan dipasar. Atas pertimbangan dan keputusan Penadilan Agama Cibadak, ia dinyatakan sebagai wali yang adhal (enggan), karena walinya dinyatakan adhal maka perkawinan EP dan WS dilangsungkan dengan menggunakan wali hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan Agama setempat.
Adapun penyebab terjadinya wali adhal dalam perkawinan EP dan WS, berdasarkan dari keterangan Ujang Sudrajat (selaku wali adhal dalam perkawinan tersebut), adalah sebagai berikut:

1. Ahlak yang kurang baik
Berdasarkan keterangan dari Ujang Sudrajat. WS jika mau menemui EP tidak pernah datang langsung kerumah dan meminta izin kepadanya, mereka sering bertemu diluar. Ujang Sudrajat tidak suka terhadap ahlak WS yang dinilai olehnya kurang baik, apa lagi WS berani mengajak EP jalan-jalan hingga larut malam. Bahkan pernah sampai beberapa hari tidak pulang kerumah. Awalnya EP dikenal sebagai anak yang penurut dan pendiam, akan tetapi sejak kenal dengan WS sifat EP juga jadi berubah, ia jadi berani melawan jika dinasehati oleh ayahnya. (wawancara tanggal 26 desember 2005).

2. Pekerjaan
Idealnya seorang ayah menginginkan ananya menikah dan mendapatkan suami yang mencukupi semua kebutuhan dalam rumah tangga serta mempunyai penghasilan yang tetap (mapan). Dari keterangan ujang sudarajat, ia tidak suka kepada WS karena ia hanya seorang sopir angkutan yang pendapatannya sehari-harinya pun tidak tentu, menurutnya ia menginginkan EP menikah dengan laki-laki yang mempunya pekerjaan yang layak dan penghasilan yang tetap, sehingga ia tidak khawatir melepas anaknya untuk berumah tangga. (wawancara tanggal 26 desember 2005).

3. Hamil diluar nikah
Keengganan Ujang Sudrajat untuk menikahkan EP semakin memuncak ketika mengetahui EP telah hamil oleh WS. Ia sangat marah dan merasa dihianati oleh anaknya sendiri, karena telah mencoreng nama baiknya denagn melakukan perbuatan yang sangat memalukan sampai terjadi kehamilan. Kemudian ia mengusir EP karena merasa malu oleh masyarakat sekitar karena perbuatan EP, ia tidak mau mengakui EP sebagai anaknya. Ia berjanji tidak akan mau menjadi wali dan tidak akan pernah merestui pernikahan mereka. (wawancara tanggal 27 desember 2005).

4. Menginginkan pesta yang meriah
Berdasarkan dari keterangan Heri Suherli (kakak kandung WS) ketika ia hendak melamar EP bersama WS. Ujang sudrajat meminta kepada mereka agar dibawakan uang sebesar sepuluh juta untuk biaya pernikahan, karena menginginkan pesta pernikahan yang meriah itung-itung ganti rugi kekecewaannyaatas perbuatan mereka dan untuk menutupi rasa malunya terhadap masyarakat sekitar. Baru ia akan bersedia menjadi wali pada pernikahan mereka. Akan tetapi pihak keluarga WS tidak bersedia menyediakan uang sebesar itu, apa lagi WS sendiri tidak sanggup karena ia hanya seorang sopir angkutan. (wawancara tanggal 20 januari 2006).


2. Implikasi Terjadinya Wali Adhal Dalam Perkawinan EP Dan WS
Terjadinya keengganan wali untuk menikahkan sering menibulkan dampak yang negative, impliakasi dari masalah tersebut mungkin saja akan menimbulkan masalah baru, seperti perbuatan yang melanggar Syar`i dan hasilnya memberi kesan negative yang terpaksa dihadapi oleh mereka yang terlibat, adapun dampak yang negative dapat dilihat dari berbagai segi, diantaranya:
1. Sosiologis, seperti kawin lari yaitu kawin tanpa restu orang tua
2. Psikologis, seperti berlaku konflik antara anak dan orang tua
3. Yuridis, seperti sanksi terhadap Wali yaitu ditetapkan sebagai Wali Adhal oleh Pengadilan Agama
Pada kasus perkawinan EP dan WS, yaitu bapaknya mengusir EP dari rumahnya karena ia telah hamil oleh WS, sementara bapaknya tidak menyetujui hubungan mereka. Akhirnya EP ikut bersama WS dan tinggal serumah hingga anak mereka lahir, padahal mereka belum menkah secara sah. Sehingga masyarakat emandang negative terhadap perbuatan mereka.
Implikasi dari kejadian tersebut adalah terputusnya hubungan tali silaturahmi antara EP dengan orang tuanya WS serta renggangnnya atau kurang harmonisnya hubungan antara mertua dengan menantu juga antara dua keluarga besar mereka (Keluarga Besan).
Tidak bisa dinafikan bahwa restu wali sangaat penting dalam membangun Rumah Tangga. Perkawinan tanpa orang tua kebanyakan memberi dampak negatifnya dari pada positifnya, baik terhadap pasangan itu sendiri, keluarga maupun masyarakat sekitar.
Perkawinan tanpa restu orang tua biasanya tidak bahagia, karena salah satu penyebab terciptanya kebahagiaan tergantung pada hubungan baik dengan orang tua. Sebagaimana kita ketahui bahwa rido orang tua merupakan rido Allah juga. Akan tetapi ada juga yang menikah tanpa restu orang tua teyap hidup bahagia namun hal ini jarang terjadi. Inilah yang dirasakan oleh pasangan EP dan WS yaitu menikah tanpa restu dari wali, karena meskipun pernikahan itu diakui dan sah menurut Hukum Syara` dan Negara tetapi tidak mendapat dukungan (restu) dari wali, jadi terpaksa mereka hidup mandiri tanpa dukungan dari keluarga wali.
Seorang wali tidak berhak menghalang-halangi anak dibawah perwaliannya untuk menikah dengan pilihannya, apalagi diantara mereka telah memenuhi syarat-syarat sehingga tidak terdapat halangan untuk melangsungkan pernikahan. Dengan menikah mereka dapat terhindar dari dosa yang berkepanjangan.
3. Tanggapan Pihak KUA Kecamatan Cibadak Terhadap Pelaksanaan Perkawinan EP Dan WS Dengan Adanya Wali Adhal.
Mengenai hubungan mereka (serumah) jika tidak segera dinikahkan dikhawatirkan akan menimbulkan kemadharatan yang lebih besar lagi, karena laki-laki dan perempuan serumah tanpa ikatan perkawinan kita tidak tahu apa yang mereka lakukan. Apabila sekali melakukan hubungan intim dan merasa enak, maka kesananya akan kecanduan yang tidak jauh beda seperti halnya merokok. Jika terjadi hal demikian bahkan sampai terjadi kehamilan maka si perempuan harus segera dinikahkan dengan orang yang menghamilinya, ini sesuai dengan kompilasi hukum Islam (KHI) pasal 53 ayat (1), (2), dan (3), yaitu:
1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir
Setelah ada putusan dari Pengadilan Agama, kami dari pihak KUA tidaetk langsung menikahkan mereka, akan tetapi kami mencoba sekali lagi mendatangi Ujang Sudrajat untuk meminta kesediaannya menikahkan EP dengan WS, jika tetap bersikeras tidak mau maka kami terpaksa akan melaksanakan tugas yang ditunjuk oleh Pengadilan Agama kepada kami. Kami beritahukan bahwa pernikahan mereka akan dilaksanakan hari minggu tanggal 26 juni 2005 jam 11 di KUA Cibadak, jika lewat dari jam 11 tidak hadir maka kami terpaksa akan menikahkan mereka dengan Wali Hakim kemudian ia menyanggupinya. Akan tetapi setelah kami tunggu sampai jam 11 Ujang Sudrajat tidak datang juga akhirnya kami menjalankan kewenangan yang diberikan oleh Pengadilan Agama yaitu menikahkan mereka dengan Wali Hakim. (wawancara tanggal 17 januari 2006).

d. Analisis Terhadap Wali Adhal Dalam Perkawinan EP Dan WS
Dari sekian banyak syarat-syarat dan rukun-rukun untuk sahnya perkawinan menurut hukum islam, wali nkah adalah hal yang sangat penting dan menentukan, bahkan menurut Syafi`I tidak sah nikan tanpa adanya wali bagi pihak pengantin perempuan, sedangkan bagi laki-laki tidak diperlukan wali nikah untuk sahnya nikah tersebut.
Menurut madzhab Hanafi, wali itu sunnah saja hukumnya. Disamping itu ada pendapat yang menyatakan bahwa wali nikah itu sebenarnya tidak perlu apabila yang mengucapkan ikrar “ijab” dalam proses akad nikah ialah laki-laki. Tetapi kenepa dalam praktek selalu pihak wanita yang ditugaskan untuk mengucapkan ijiab (penawaran), sedang pengantin laki-laki diperintahkan mengucapkan kabul (penerimaan). Karena wanita itu pada umumnya (fitrah) adalah pemalu, maka pengucapkan ijab itu perlu diwakilkan kepada walinya, jadi wali itu sebenarnya dari wakil perepuan, biasanya diwakili oleh ayhnya, bilamana tidak ada ayah dapat digantikan oleh kakek dari ayah. Wali nikah seperti ini disebut wali nikah yang memaksa (mujbir).
Mujbir maksudnya ialah apabila masih ada ayah, maka ayahlah yang berhak untuk menjadi wali nikah untuk menikahkan anak perempuannya. Bila tidak ada ayah mungkin karena meninggal atau ghalib, maka kakek yang berhak tampil menjadi wali nikah dari cucu perempuannya. Apabila tidak ada ayah atau kakek maka dapat diwakilkan lagi kepada saudara laki-laki kandung dari pengantin perempuan, bila tidak ada dapat pula diwakilkan kepada saudara laki-laki dari ayah (paman). Wali sesudah ayah dan kakek disebut wali nasab biasa (tidak memaksa).
Kadangkala keempat jenis laki-laki yang berhak menjadi wali nikah tersebut tidak ada, mungkin sudah menikah atau ghalib, atau mungkin juga ada akan tetapi tidak memenuhi ayarat-ayarat, atau bahkan ada tetapi enggan (adhal) menikahkan anak yang berada dibawah perwaliannya, maka dapat menggunakan wali hakim. Wali hakim adalah pejabat yang diangkat oleh pemerintah khusus untuk mencatat pendaftaran nikah dan menjadi wali nikah bagi wanita yang tidak mempunyai wali atau wanita yang akan menikah itu berselisih faham dengan walinya.
Kasus yang terjadi pada pasangan EP dan WS, yaitu adanya wali adhal dalam perkawinan mereka. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari hasil wawancara kepada para pihak yang bersangkutan, dapat disimpulkan bahwa tindakan tidak mau menjadi wali wajar saja (manusiawi), karena ia mungkin kecewa dan sakit hati atas tindakan putrinya yang sangat memalukan yang telah mencoreng nama baiknya. Akan tetapi jika dilihat dari sudut pandang Agama dan Negara tindakan Ujang Sudrajat memang salah. Karena ajaran islam menolak peminangan orang yang sudah cukup syarat-syaratnya, penolakan yang tidak beralasan atau merintangi terjadinya pernikahan akan membawa berbagai kemafsadatan dan cara apapun akan mereka tempuh, seperti halnya EP yang telah sangat mencintai WS sampai terjadi hubungan badan hingga hamil kemudian melahirkan seorang anak dan telah tinggal serumah tanpa ikatan perkawinan. Jika tetap dibiarkan tidak dinikahkan, dikhawatirkan akan menimbulkan kemadharatan yang lebih besar, ini sesuai kaidah Fiqh yang berbunyi:

Menolak kerusakan lebih didahulukan daripada menarik kemaslahatan.
Dengan demikian jelaslah bagi penulis, bahwa keputusan yang dilakukan oleh majlis hakim Pengadilan Agama Cibadak atas perkara EP dan WS, telah sesuai dengan perundang-undangan dan Syari`at Islam, terutama tujuan yang terkandung dalam maqosi Al-Syari`ah yaitu hifdz Al-nashl (memelihara keturunan), sebab EP telah melahirkan seorang anak, jika tetap dibiarkan akan menyebabkan kemadharatan yang lebih besar lagi. Karena hanya dengan menikah akan terhindar dari perbuatan zina, dan anak-anak akan bangga karena dinasabkan kepada ayah-ayah mereka.
Para Ulama juga sependapat bahwa wali tidak boleh menolak (enggan) menikahkan perempuan yang berada dibawah perwaliannya, tidak boleh menyakitinya atau melarangnya kawin padahal yang akan mengawininya itu sudah sekufu` dan sanggup membayar maskawin.


BAB III
KESIMPULAN

Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya dan tidak sah pernikahan jikalau tidak ada yang bertindak sebagai wali. Sabda rasul SAW:
Tidak sah pernikahan tanpa adanya wali dan saksi yang adil
Hal diatas diperkuat keterangannya sebagai dasar hokum, sebagaimana yang tertera dalam KHI bagian ketiga tentang wali pasal 23 “Wali Hakim baru dapat bertindak sebagi Wali Nikah apabila Wali Nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau ghaib atau adlal atau enggan. Akan tetapi apabila penyebabnya itu dikarenakan walinya itu adhal, maka tingkatan wali yang semistinya ada menjadi hilang dan perpidahannya langsuk kepada wali hakim, hal ini bertujuan untuk menjaga hubungan persaudaraan diantara mereka.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alhamdani, 1989, Risalah Nikah, Jakarta: Pustaka Amani
2. Kompilasai Hukum Islam, cetakan ke 2, juni 2007, Fokus Media.
3. Rusyid Ibnu, 2007, Bidayah Mujtahid (Analisa fiqih para Mujtahid), Jakarta: Pustaka Amani.
4. Sulaiman Rasyid,2007, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo
5. Ghozali Abdul Rahman, 2008, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

di tunggu Komentnya.....