Selamat Datang di My Blog
Dengan membuka blog ini saya harap bisa saling berbagi...
Sabtu, 06 Juni 2009
PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN KOGNISI SOSIAL PADA MASA REMAJA
PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN KOGNISI SOSIAL
PADA MASA REMAJA
BAB I
PENDAHULUAN
Masa remaja atau adolescence adalah periode perkembangan transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 sampai 22 tahun. Periode ini bukan hanya ditandai dengan perubahan fisik dan fungsi organ seks yang meningkat tapi juga pencapaian kemandirian dan identitas yang menonjol. Pemikiran mereka menjadi semakin logis, abstrak, dan idealistis.
Selain itu pada masa ini para remaja mengalami perkembangan kognisi sosial yang unik, mereka juga mengalami krisis identitas. Tuntutan untuk menjadi manusia yang berpikir dewasa dimulai pada saat ini. Dengan perkembangan bentuk tubuh, kapasitas otak, menjadikan remaja memperoleh tugas perkembangan yang lebih dari masa kanak-kanak. Mereka akan mulai mempersiapkan karir, pernikahan, tak janggal bila pada masa ini remaja berusaha berteman sebanyak-banyaknya dan mencari pengalaman yang mendewasakannya. Prestasi pun mereka kejar demi mendapatkan kepuasan akan pengakuan khalayak disekitarnya.
Dalam makalah ini kita akan mengenal perubahan-perubahan kognitif dan kognisi sosial pada remaja, mengenal pemrosesan informasi dan inteligensi pada remaja, serta mengetahui lebih jauh mengenai prestasi dan perkembangan karirnya.
BAB II
PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN KOGNISI SOSIAL
PADA MASA REMAJA
A. Teori Perkembangan Kognitif Piaget dan Kognisi Remaja
Jean Piaget (1896-1980) mengemukakan empat tahap perkembangan kognitif. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Tahap sensorimotor berlangsung sejak lahir hingga usia 2 tahun, tahap praoperasional berlangsung dari usia 2 hingga 7 tahun, tahap operasional konkret pada usia 7 hingga 11 tahun, dan yang terakhir tahap operasional formal yang berlangsung pada masa remaja, usia 11 hingga 15 tahun. Pada tahap terakhir tersebut, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. Piaget menyatakan bahwa perkembangan kecerdasan kognitif manusia pada tahap remaja ini telah sampai ke tahap maksimal.
Tahap kognitif ini menunjukkan para remaja berfikir tentang fikiran itu sendiri, mempelajari tatabahasa yang kompleks, konsep matematik dan mengendalikan tugas mental dengan menggunakan konsep serta fikiran yang kompleks. Individu telah dapat mencari jalan untuk menyelesaikan masalah berdasarkan rasional dan lebih bersifat sistematik.
Ciri-ciri pemikiran operasional formal:
1. Abstrak
Remaja akan berpikir lebih abstrak dibandingkan anak-anak. Remaja tak lagi terbatas pada pengalaman nyata dan konkret sebagai landasan berpikirnya. Mereka dapat membayangkan suatu rekaan, kejadian yang semata-mata berupa kemungkinan hipotesis ataupun proposisi abstrak, dan mencoba mengolahnya dengan pemikiran logis.
2. Idealistis
Remaja mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain dan membandingkan diri mereka dan orang lain dengan standar-standar ideal ini. Contohnya berfantasi akan masa depan, mengkhayal tentang sesuatu hal yang tidak dimilikinya. Mereka menjadi tidak sabar dengan patokan ideal yang dimilikinya dan bingung patokan ideal manakah yang akan dipegangnya.
3. Logis
Remaja akan berpikir logis, mulai berpikir layaknya ilmuwan yang menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah dan menguji secara sistematis pemecahan-pemecahan masalah. Piaget menyebutkan hal ini dengan pemikiran deduktif hipotesis. Penalaran deduktif hipotesis (Hypothetical deductive reasoning) adalah konsep operational formal Piaget yang menyatakan bahwa remaja memiliki kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik, mengenai cara memecahkan masalah, seperti persamaan aljabar. Kemudia mereka menarik kesimpulan secara sistematis atau menyimpulkan pola mana yang diterapkan dalam memecahkan masalah.
Tahap operasional formal dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Operasional formal tahap awal : peningkatan kemampuan remaja untuk berpikir dengan menggunakan hipotesis membuat mereka mampu berpikir bebas dengan kemungkinan tak terbatas. Pada masa awal ini, cara berpikir operasional formal mengalahkan realitas, dan terlalu banyak terjadi asimilasi sehingga dunia dipersepsi secara terlalu subyektif dan idealistis.
2. Operasional formal akhir mengembalikan keseimbangan intelektual. Remaja pada tahap ini mengujikan hasil penalarannya pada realitas dan terjadi pemantapan cara berpikir operasional formal. Keseimbangan intelektual terjadi kembali sejalan dengan usaha remaja untuk mengakomodasi gejolak kognitif yang dialaminya.
Gagasan Piaget mengenai pemikiran operasional formal baru-baru ini ditentang. Pada kenyataanya lebih banyak variasi individual pada pemikiran operasional Piaget. Hanya satu remaja dari tiga remaja muda yang merupakan pemikir operasional formal. Jadi tak semua orang menjadi pemikir operasional formal. Karena pengalaman kebudayaan mempengaruhi para individu mencapai suatu tahap pemikiran Piagetian. Pendidikan dalam logika sains dan matematika adalah suatu pengalaman kebudayaan yang penting untuk mengembangkan pemikiran operational formal.
Remaja yang menjadi pemikir operasional formal, proses asimilasi mendominasi perkembangan awal pemikiran operasional formal dan dunia dilihat secara subyektif dan ideal. Belakangan pada masa remaja, ketika keseimbangan intelektual tercapai, individu ini mengakomodasikan pergolakan kognitif yang terjadi.
Pada tahap ini juga, pemikiran baru dihasilkan yaitu berbentuk abstrak, formal dan logik. Walaupun pemikiran operasional formal dimulai sejak masa remaja, pemikiran seperti ini jarang digunakan. (Burbulus & Linn 1988).
Perkembangan kognitif seseorang itu tidak hanya ditentukan dari pertumbuhan dan kematangan sistem saraf pusat maupun perifer saja, namun juga cara ia memproses informasi, meningkatkan daya ingat dan kapasitas memorinya, dan kedekatannya dengan suatu objek pengetahuan.
Walaupun demikian, tingkat kematangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan dan usaha untuk memperbaiki cara belajar dan mengorganisasi memori. Hal ini juga tidak terlepas dari potensi-potensi yang dimilikinya, termasuk bakat tentang pengetahuan tertentu.
Suatu hal yang harus diperhatikan pada perkembangan kognitif remaja adalah bukan pada cara berfikir dan banyaknya informasi yang dikuasainya, namun lebih kepada cara remaja itu menggunakan informasi yang dimilikinya untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Dalam pandangan Vygotsky, perbedaan dalam kinerja kognitif remaja seringkali dikaitkan kepada fitur-fitur yang lingkungan kognitif dapat dikenali. Pertumbuhan kognitif anak-anak dan remaja dibantu oleh panduan individu yang terampil dalam menggunakan perangkat kebudayaan. Salah satu konsepnya yang penting adalah zona perkembangan proksimal. Perkembangan sosialisasi kognitif menyarankan untuk memberikan perhatian lebih untuk membangun lingkungan yang merangsang perkembangan kognisi dan kepada faktor-faktor sosial yang mempengaruhi kognisi.
B. Implikasi Perkembangan Kognitif dan Egosentrisme Pada Remaja
Perkembangan kognitif remaja ditandai dengan pemikirannya yang lebih abstrak, idealistis, dan logis daripada saat masih anak-anak. Pada saat itu pula remaja mengembangkan suatu egosentrisme khusus (adolescence egocentrism) yang disarankan oleh Elkind,(1967). Mereka sering merasa diperhatikan lingkungannya baik diri, tingkahlaku, penampilan, perbuatan dan sifat mereka. Egosentrisme remaja memiliki dua bagian, yaitu penonton khayalan dan dongeng pribadi.
David Elkind (1985) yakin bahwa egosentrisme remaja disebabkan oleh pemikiran operasional formal. Mereka menganggap penonton khayalan disebabkan oleh kemampuan untuk berpikir secara hipotesis (pemikiran operasional formal) dan kemampuan untuk melangkah ke luar dari diri sendiri dan mengantisipasi reaksi-reaksi orang lain dalam keadaan-keadaan khayalan.
Elkind mengatakan bahwa para remaja sering mengada-adakan bayangan sekelompok manusia yang akan mengkritik segala tingkah lakunya sedangkan ini hanyalah bayangan persepsi mereka yang dikuasai oleh egosentrisme remaja.
Jadi implikasi dari perkembangan kognitif dan egosentrisme adalah bahwa egosentrisme terjadi karena remaja tengah mengalami perkembangan kognitif berupa pemikiran operasional formal.
C. Teori Kognisi Sosial
Kognisi sosial mengacu pada bagaimana seseorang memandang dan berpikir mengenai dunia sosial mereka. Orang-orang yang mereka amati dan yang berinteraksi dengan mereka, hubungan dengan orang-orang tersebut, kelompok tempat mereka bergabung, dan bagaimana mereka berpikir mengenai diri mereka sendiri dan orang lain. Pembahasan kognisi sosial terdiri dari bahasan mengenai egosentrime dan pengambil alihan perspektif, teori kepribadian tersirat.
Abstract relations (hubungan abstrak) adalah istilah yang dikemukakan Kurt Fischer mengenai kemampuan remaja untuk mengkoordinasikan dua gagasan abstrak atau lebih, kemampuan ini seringkali muncul untuk pertama kalinya pada usia antara 14 dan 16 tahun (Fischer, 1980). Misalnya, seorang remaja dalam lingkungan sekolahnya sangat menaati peraturan sekolah salah satunya dengan berpakaian rapi sesuai aturan yang berlaku, sementara dalam pergaulan sosial ia memilih teman yang tidak kuno dan mengenakan pakaian yang aneh-aneh. Dengan memisahkan kedua gagasan abstrak tersebut, ia akan memandang dirinya sebagai individu yang berbeda dalam dua konteks yang berbeda, dan merasa bahwa dalam beberapa hal, ia adalah pribadi yang mengandung kontradiksi.
Pemrosesan informasi sosial memusatkan perhatian pada cara seseorang menggunakan proses kognitifnya, seperti perhatian, persepsi, ingatan, pemikiran, penalaran, harapan dan seterusnya untuk memahami dunia sosial mereka.
Perubahan-perubahan yang mengesankan dalam kognisi sosial adalah ciri perkembangan remaja. Pada saat remaja muncul egosentrisme khusus yang menggambarkan meningkatnya kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian amat besar, sebesar perhatian mereka, terhadap diri mereka, dan terhadap perasaan akan keunikan pribadi mereka.
Egosentrisme khusus meliputi penonton khayalan dan dongeng pribadi (personal fable) tentang makhluk yang unik. Penonton khayalan (imaginary audience) adalah keyakinan remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri. Gejala penonton khayalan mencakup berbagai perilaku untuk mendapatkan perhatian : keinginan agar kehadirannya diperhatikan, disadari oleh orang lain dan menjadi pusat perhatian.
Sedangkan dongeng pribadi adalah bagian dari egosentrisme remaja yang meliputi perasaan unik seorang anak remaja. Rasa unik itulah yang membuat dirinya merasa tak ada orang yang mengerti perasaannya. Mereka mempertahankan rasa unik tersebut dengan mengarang cerita tentang dirinya yang dipenuhi dengan fantasi. Dongeng pribadi biasa ditemukan pada catatan harian.
Perspekrif taking adalah kemampuan untuk mempergunakan cara pandang orang lain dan memahami pemikiran serta perasaan orang tersebut. Remaja lebih hebat dalam pengambilan perspektif daripada anak-anak, namun terdapat tumpang tindih yang cukup besar dalam usia pada waktu kapan seseorang mencapai pengambilan perspektif yang lebih tinggi. Model Selman telah menjadi dasar dalam pemikiran mengenai pengambil alihan perspektif pada remaja.
Tahap pengambil alihan perspektif menurut Robert Selman (1980) dibagi ke dalam lima tahap yang dimulai pada tahap nol pada usia 3-6 tahun. Pada tahap ketiga dan keempat sudah masuk ke dalam usia remaja. Tahap ketiga adalah pengambil alihan perspektif secara mutualis (usia 10-12 tahun), remaja menyadari bahwa baik diri maupun orang lain dapat melihat satu sama lain sebagai objek secara bersamaan (mutualis) dan secara simulan. Remaja dapat melangkah keluar dari hubungan dyad dua orang dan melihat interaksi tersebut dengan perspektif orang ketiga.
Tahap keempat adalah tahap pengambil alihan perspektif tentang sistem sosial dan konvensional (usia 12-15 tahun), remaja menyadari bahwa pengambil alihan perspektif secara mutual tidak selalu menghasilkan pemahaman yang lengkap. Konvensi sosial dilihat sebagai suatu persyaratan mutlak karena konvensi dimengerti oleh semua anggota kelompok (orang lain yang digeneralisasikan). Tanpa memperdulikan posisi, peran, atau pengalaman mereka.
Teori kepribadian tersirat (implicit personality theory) adalah pemahaman atau gambaran mengenai kepribadian, seperti yang dimiliki oleh orang awam. Berbeda dengan anak-anak, remaja cenderung mengartikan kepribadian seseorang dengan cara yang lebih menyerupai pakar teori psikologi kepribadian (Barenboim,1985)
Remaja mengartikan kepribadian dengan tiga cara yang berbeda dibandingkan dengan anak-anak. Pertama, ketika mendapatkan informasi ia akan mempertimbangkan informasi yang ada padanya dengan informasi yang baru didapat. Kedua, remaja cenderung lebih mengenali perbedaan konstektual atau situasional dari kepribadian, dan tidak beranggapan bahwa kepribadian bersifat tetap. Ketiga, remaja cenderung mencari ciri kepribadian yang lebih mendalam, kompleks, bahkan tersembunyi.
D. Pemrosesan Informasi dan Intelegensi
a. Pemrosesan Informasi
Pemrosesan informasi adalah suatu kerangka berpikir mengenai perkembangan remaja, sekaligus juga suatu faset perkembangan tersebut. Pemrosesan informasi terdiri dari gagasan-gagasan tertentu mengenai jalan pemikiran remaja dan metode terbaik untuk mempelajarinya.
Pemrosesan informasi berkaitan dengan bagaimana individu memproses informasi tentang dunia mereka. Bagaimana informasi masuk ke dalam pikiran, lalu disimpan dan diolah. Lalu bagaimana informasi tersebut diambil kembali untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kompleks seperti memecahkan masalah dan berpikir.
Prinsip behaviorisme dan belajar yang tradisional tidak banyak menjelaskan hal yang terjadi dalam pemikiran seseorang. Sedangkan teori perkembangan kognitif Piaget memberi garis besar perubahan kognisi, tetapi tidak menjelaskan sejumlah rincian penting mengenai langkah-langkah yang dilalui dalam menelaah informasi. Pandangan pemrosesan informasi mencoba memperbaiki kekurangan teori behaviorisme tradisional dan teori Piaget, pandangan ini menguraikan proses-proses mental dan mengajukan penjelasan rinci mengenai cara kerja proses-proses tersebut dalam situasi yang konkret (Siegler, 1995).
Tiga perubahan perkembangan dalam hal pemrosesan informasi pada remaja : remaja memproses informasi lebih cepat, memiliki kapasitas pemrosesan yang lebih besar, dan menunjukkan otomatisasi yang lebih besar dalam memproses informasi dibanding anak-anak. Sedangkan menurut Robbie Case (1985), remaja memiliki semakin banyak sumber kognitif yang tersedia karena meningkatnya otomatisasi, kapasitas pemrosesan dan keakraban dengan materi pengetahuan.
Dalam pemrosesan informasi terdapat dua proses kognitif yang sangat penting yaitu atensi dan memori. Atensi adalah pemusatan atau pemfokusan usaha mental yang bersifat selektif dan beralih. Sedangkan memori adalah penyimpanan informasi sepanjang waktu yang merupakan pusat bagi kehidupan mental dan pemrosesan informasi. Memori terbagi menjadi dua yaitu memori jangka pendek dan memori jangka panjang.
Atensi dan memori terjadi agak cepat ketika remaja menelaah informasi atau menyelesaikan suatu masalah, maka pemecahan dan pemantauan kognitif berperan bagi remaja dalam memantau untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan mereka.
Pemantauan kognitif (cognitive monitoring) adalah proses pencatatan hal-hal yang sedang dikerjakan, apa yang akan dikerjakan kemudian, dan seberapa efektif kegiatan mental tersebut berkembang. Pemantauan kognisi selain penting untuk memahami cara remaja memecahkan masalah sosial juga penting dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan aspek non sosial dari inteligensi. Misalnya saat remaja sedang mengerjakan soal matematika, yang terdiri dari banyak soal dan membutuhkan waktu yang panjang, ia akan menentukan jenis masalah yang dikerjakan dan cara terbaik untuk memecahkannya. Dengan begitu mereka dapat menilai apakah jalan yang dilakukannya berhasil atau tidak.
Orang tua, guru, dan teman sebaya dapat menjadi sumber yang efektif untuk meningkatkan pemantauan kognitif remaja. Pengajaran timbal balik adalah strategi pengajaran yang semakin banyak dipakai.
Berkaitan erat dengan keterampilan pengambilan keputusan yang tepat adalah berpikir kritis. Berpikir kritis meliputi kemampuan seseorang untuk memahami makna yang mendalam dari suatu masalah, keterbukaan pikiran terhadap berbagai pendekatan atau pandangan yang berbeda, dan menentukan sendiri hal yang diyakininya. Agar pemikiran kritis dapat berkembang secara efektif, dibutuhkan dasar yang kuat dalam hal keterampilan dan pengetahuan dasar di masa kanak-kanak.
Psikolog kognitif, Robert J. Stenberg (1985), berpendapat bahwa kebanyakan program sekolah tidak mendidik anak untuk berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis remaja dalam kehidupan sehari-hari menurut Stenberg adalah : mengenali ada masalah, mendefinisikan masalah dengan jelas, mengatasi masalah, mengambil keputusan mengenai hal-hal pribadi yang penting, mendapatkan informasi, berpikir dalam kelompok, dan merancang pendekatan jangka panjang untuk masalah jangka panjang.
Menurut pada peneliti, program berpikir kritis akan lebih efektif bila programnya bersifat ”domain-spesific” atau berisi hal-hal yang berkaitan langsung dengan masalah khusus tertentu daripada yang bersifat ”domain-general” atau yang bersifat umum.
Pada masa kini, komputer sangat berperan penting dalam perkembangan pandangan pemrosesan informasi. Komputer memiliki dampak positif sebagai pengajaran, alat multiguna yang juga aspek motivasional dan sosial dari komputer. Meski begitu terdapat pula dampak negatifnya yang mencakup adanya pemecahan dan dehumanisasi terhadap belajar, selain pembentukan kurikulum yang tidak terjamin.
b. Intelegensi
Intelegensi adalah konsep abstrak, yang diukur secara tidak langsung dan mencakup kemampuan verbal, keterampilan memecahkan masalah, dan kemampuan belajar dan menyesuaikan diri terhadap pengalaman hidup sehari-hari. Perilaku yang merupakan indikator inteligensi dapat berbeda-beda antara satu budaya dengan lainnya.
Terdapat perbedaan pandangan dari pandangan Piaget, Vygotsky, teori belajar, teori belajar kognitif, pemrosesan informasi, dan pandangan psikometri.
Tes intelegensi selama ini dimanfaatkan untuk mengetahui indikasi keterbelakangan mental atau bakat seseorang. Keterbelakangan mental (mental reterdaion) adalah keadaan keterbatasan kemampuan mental yang ditandai oleh IQ yang rendah, biasanya di bawah skor 70, dan adanya kesulitan menyesuaikan diri pada kehidupan sehari-hari.
Keterbelakangan mental dapat disebabkan oleh faktor organik dan faktor kultural-familiar. Keterbelakangan organik adalah keterbelakangan mental yang disebabkan kelainan genetik atau kerusakan otak, jadi ada kerusakan fisik pada keterbelakangan organik. Down syndrom termasuk di dalamnya, biasanya memiliki IQ 0-50. Sedangkan keterbelakangan kultural-familiar adalah keadaan kekurangan mental yang tidak ditandai dengan kerusakan otak, IQberkisar 50-70. Kemungkinan ini diakibatkan variasi normal yang memilah-milah individu dalam rentang skor intelegensi di atas 50, dan berkaitan dengan pengasuhan intelektual di bawah rata-rata.
Sedangkan keberbakatan (giftedness) dialami oleh orang-orang yang kemampuan dan prestasinya menonjol dibandingkan lainnya. Orang berbakat (gifted) memiliki intelegensi di atas taraf rata-rata (ber-IQ 120 atau lebih) dan atau memiliki talenta yang amat menonjol dalam suatu bidang.
Kebanyakan dari kita ingin menjadi remaja yang berbakat sekaligus kreatif. Para pakar yakin intelegensi tidaklah sama dengan kreatifitas. Kreatifitas adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu dengan cara yang baru dan tidak lazim dan kemampuan untuk menemukan cara pemecahan unik dalam menghadapi masalah.
Perbedaan intelegensi dan kreatifitas terletak pada cara berpikir konvergen yang menghasilkan suatu jawaban yang benar dan merupakan ciri khas cara berpikir pada tes inteligensi, dan cara berpikir divergen yang menghasilkan banyak jawaban atau jalan keluar bagi pertanyaan yang sama dan lebih merupakan tanda dari kreatifitas.
E. Prestasi dan Perkembangan Karier
a. Prestasi
Remaja adalah masa yang penting dalam hal prestasi (Henderson & Dweck, 1990). Tekanan sosial dan akademik memaksa remaja untuk berprestasi dalam cara-cara yang baru. Sanggup tidaknya remaja beradaptasi secara efektif pada tekanan akademik dan sosial ditentukan oleh faktor psikologis dan motivasi.
Motivasi adalah mengapa individu bertingkah laku, berpikir, dan memiliki perasaan dengan cara yang mereka lakukan, dengan penekanan pada aktivasi dan arah dari tingkah lakunya.
Setiap remaja memiliki keinginan berprestasi yang berbeda-beda ada yang tinggi, sedang, dan biasa-biasa saja. Mereka itu memiliki motivasi berprestasi yang berbeda. Motivasi berprestasi (achievement motivation) adalah keinginan untuk menyelesaikan sesuatu, untuk mencapai suatu standar kesuksesan dan untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan untuk mencapai kesuksesan.
Menurut Matina Horner (1972), perempuan tidak memiliki ungkapan gambaran prestasi yang sama dengan pria. Itu dikarenakan adanya ketakutan akan kesuksesan (fear of succes) yaitu kekhawatiran individu bahwa ia akan ditolak oleh lingkungan sosialnya jika ia sukses. Beberapa tahun kemudian, diketahui bahwa lelaki juga mengalami ketakutan yang sama dengan alasan takut usahanya akan berakhir pada akhir yang tidak memuaskan.
Teori atribusi menyatakan bahwa individu termotivasi untuk menemukan apa yang menjadi penyebab tingkah laku sebagai bagian dari upayanya untuk memahami tingkah laku tersebut. Aspek yang sangat penting dari penyebab internal dalam berprestasi adalah usaha.
Motivasi berprestasi dibagi menjadi dua jenis utama : motivasi intrinsik yaitu keinginan dalam diri untuk menjadi kompeten dan melakukan sesuatu demi usaha itu sendiri; dan motivasi ekstrinsik adalah keinginan untuk mencapai sesuatu dengan tujuan untuk mendapatkan penghargaan eksternal atau untuk menghindari hukuman eksternal, contohnya memberi hadiah bagi remaja berprestasi.
Yang berkaitan erat dengan motivasi intrinsik dan ekstrinsik, atribusi dari penyebab internal perilaku dan pentingnya usaha berprestasi adalah orientasi keahlian. Orientasi keahlian menggambarkan anak-anak atau remaja yang berorientasi pada tugas. Mereka disamping terfokus pada kemampuan juga memperhatikan strategi belajarnya. Sedangkan orientasi ketidakberdayaan menandakan remaja yang terjebak dalam kesulitan, mereka menyalahkan ketidakmampuan mereka. Kedua hal tersebut adalah dua respon berbeda yang ditunjukkan remaja pada kondisi sulit dan menantang.
Perhatian khusus diberikan pada prestasi remaja dari berbagai etnis. Sebenarnya prediksi yang paling tepat dibanding etnis adalah kelas sosial. Remaja kelas menengah tampil lebih baik dibanding rekan mereka yang berasal dari kelas ekonomi lemah dalam hal prestasi.
b. Perkembangan Karir
Terdapat tiga teori pokok yang menggambarkan perkembangan karir seseorang, yaitu :
1. Teori Perkembangan Ginzberg
Menurut Eli Ginzberg, terdapat tiga fase perkembangan karir. Pada usia anak hingga 11 tahun, anak masih berada dalam fase fantasi dimana anak sedang membayangkan akan menjadi apa dirinya kelak. Usia 11 hingga 17 tahun, yaitu pada saat remaja mereka berada dalam fase tentatif dalam pemilihan karir yaitu sebuah transisi dari fase fantasi menuju pengambilan keputusan yang realistik pada masa dewasa muda. Remaja mengalami kemajuan dari menilai minat mereka (usia 11-12 tahun), kemajuan pada menilai kemampuan (usia 13-14 tahun), sampai menilai nilai-nilai mereka (usia 15-16 tahun). Semakin dewasa cara berpikir dari yang subyektif menjadi pemilihan karir yang realistik terjadi pada usia 17-18 tahun hingga 20 tahunan. Fase terakhir ini disebut fase realistik.
Ginzberg mengakui bahwa pada individu dari kelas ekonomi menengah ke bawah tidak memiliki pilihan karir sebanyak individu dari kelas menengah ke atas.
2. Teori Konsep Diri Super
Teori ini adalah pandangan Donald Super yang mengatakan bahwa konsep diri individu memainkan peran pokok dalam pemilihan karir. Super percaya banyak perubahan perkembangan dalam konsep diri tentang pekerjaan terjadi pada waktu remaja dan dewasa muda (Super, 1967, 1976).
Pada usia 14-18 tahun, remaja mengembangkan gagasan tentang bekerja yang berhubungan dengan konsep diri global yang sudah mereka miliki, fase ini disebut kristalisasi.
Fase berikutnya adalah pengkhususan yaitu mempersempit pemilihan karir dan memulai perilaku yang memungkinkan mereka memasuki beberapa tipe karir yang terjadi pada usia 18-22 tahun.
Antara usia 21-24 tahun, dewasa muda mulai menyelesaikan pendidikan dan pelatihan, mereka memasuki dunia kerja. Fase ini disebut implementasi. Barulah pada usia 25-35 tahun, mereka mengambil keputusan untuk memilih dan cocok dengan karir tertentu atau disebut stabilisasi.
Fase terakhir adalah konsolidasi yang berlangsung pada usia 35 tahun, dimana individu berusaha memajukan karir dan mencapai posisi yang statusnya lebih tinggi.
3. Teori Tipe Kepribadian Holland
Teori ini merupakan pandangan seorang ahli teori pekerjaan bernama John Holland (1973, 1987) yaitu bahwa penting membangun keterkaitan atau kecocokan antara tipe kepribadian individu dengan pemilihan karir tertentu.
Menurutnya jika individu menemukan karir yang cocok dengan kepribadiannya maka individu tersebut akan bertahan lama dengan pekerjaannya dibanding individu yang pekerjaannya tidak cocok dengan kepribadiannya.
Holland mengajukan enam tipe kepribadian dasar yang berhubungan dengan karir, yaitu :
a. Realistik : individu yang memperlihatkan karakteristik maskulin, kuat fisiknya, memiliki kemampuan sosial rendah. Contoh pekerjaannya buruh, petani, supir, ahli mesin, pilot.
b. Intelektual : Individu memiliki orientasi konseptual dan teoritis, tepat menjadi pemikir, menghindari hubungan interpersonal. Cocok dengan pekerjaan yang berhubungan dengan matematika atau keilmuan.
c. Sosial : individu memperlihatkan trait feminin, berhubungan dengan kemampuan verbal dan interpersonal, cocok dengan profesi yang berhubungan dengan orang banyak misalnya guru, pekerja sosial.
d. Konvensional : individu memperlihatkan ketidaksukaanya pada kegiatan yang tidak teratur dengan rapi. Cocok menjadi bawahan misalnya teller, sekertaris.
e. Mengusai (enterprising) : individu menggunakan kata-katanya untuk memimpin orang lain, mendominasi orang lain, menjual produk dan berita. Cocok dengan karir sales, politikus, manajemen.
f. Artistik : Mereka senang berinteraksi dengan dunianya melalui seni, menghindari situasi interpersonal, serta konvensional dalam beberapa kasus. Remaja dengan tipe ini sebaiknya diarahkan ke karir seni atau penulisan.
Namun, menurut Holland jarang ada individu yang murni masuk ke dalam tipe tertentu, dan sebagian besar orang adalah kombinasi dari dua atau tiga tipe.
Eksplorasi dari pilihan karir merupakan aspek yang penting dari perkembangan karir pada negara di mana kesempatan berkarir merata. Perencanaan karir dan pengambilan keputusan berhubungan dengan perkembangan identitas remaja. Namun begitu banyak remaja yang kebingungan akan menjadi apa dirinya dan ketika memutuskan ingin menjadi sesuatu mereka tidak diarahkan pada pengetahuan tentang pendidikan dan kemampuan yang dibutuhkan dari pekerjaannya.
Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan karir remaja adalah kelas sosial, orang tua, teman sebaya,pendidikan, dan jenis kelamin. Kelas sosial menentukan jenjang pendidikan yang diraih sehingga semakin tinggi kemungkinan perjalanan karir yang mulus semakin terbentang. Biasanya remaja dari kelas sosial rendah memiliki motivasi berkarir yang rendah.
Hingga saat ini peran lelaki dan perempuan dalam karir sangat berbeda. Perempuan diharapkan menjadi pengasuh dibanding mengejar karir. Para orang tua pun membedakan putra dan putrinya dalam berkarir.
Banyak dari remaja yang melakukan kerja paruh waktu. Keuntungannya adalah mereka dapat mengetahui lebih jauh seperti apa dunia kerja, cara mempertahankan pekerjaan, cara mengatur keuangan, mengatur waktu, cara mengejar prestasi dan mengevaluasi sasaran. Sedangkan kerugiannya adalah megorbankan olah raga, hubungan sosial dengan teman sebaya, kurang tidur.
BAB III
KESIMPULAN
Setiap tahap perkembangan memiliki dampak terhadap tahap perkembangan selanjutnya. Bila perkembangan sebelumnya terdapat kekurangan bisa jadi pada tahap selanjutnya seseorang mengalami kesulitan, begitu pun sebaliknya.
Pada tahap perkembangan remaja, menurut Piaget, mereka mengalami tahap pemikiran operasional formal. Dimana mereka dapat berpikir secara abstrak, idelistik, dan logis. Mereka semakin hebat dalam memecahkan masalah dalam berbagai hal.
Jadi implikasi dari perkembangan kognitif dan egosentrisme adalah bahwa egosentrisme terjadi karena remaja tengah mengalami perkembangan kognitif berupa pemikiran operasional formal.
Di saat itu pula para calon-calon manusia dewasa ini mengalami perubahan dalam kognisi sosial. Mereka mengembangkan suatu egosentrisme khusus yaitu keyakinan remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan diri sendiri. Remaja memiliki pemantauan kognisi sosial yang jauh lebih canggih daripada anak-anak. Minat dalam kognisi sosial telah muncul.
Pemrosesan informasi adalah suatu kerangka berpikir mengenai perkembangan remaja, sekaligus juga suatu faset perkembangan tersebut. Pemrosesan informasi terdiri dari gagasan-gagasan tertentu mengenai jalan pemikiran remaja dan metode terbaik untuk mempelajarinya. Remaja memproses informasi lebih cepat, memiliki kapasitas pemrosesan yang lebih besar, dan menunjukkan otomatisasi yang lebih besar dalam memproses informasi dibanding dengan anak-anak. Yang mempengaruhi adalah ingatan dan atensi. Remaja juga dituntun dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan mampu berpikir kritis.
Para remaja sangat menilai tinggi IQ. Tes intelegensi selama ini dimanfaatkan untuk mengetahui indikasi keterbelakangan mental atau bakat seseorang. Kebanyakan dari kita ingin menjadi remaja yang berbakat sekaligus kreatif. Para pakar yakin intelegensi tidaklah sama dengan kreatifitas. Perbedaan intelegensi dan kreatifitas terletak pada cara berpikir konvergen pada intelegensi dan berpikir divergen pada kreatifitas.
Masa remaja adalah masa kritis pencarian prestasi. Pencarian itu didukung motivasi berprestasi yang kadarnya dimiliki remaja dengan berbeda-beda bergantung pada kelas sosial, pendidikan.
Terdapat tiga teori pokok perkembangan karir yang diajukan yaitu, teori perkembangan Ginsberg tentang pemilihan karir, teori karir konsep diri Super, dan teori tipe kepribadian Holland. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan karir remaja yaitu kelas sosial, pendidikan, jenis kelamin, teman sebaya, dan orang tua.
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, J.W (1996). Adolescence. 6th Edition. Dubuque, Lowa : Wm. C. Brown Publishers.
Santrock, J. W. (1986). Life Span Development. 2nd Edition. Dubuque, Lowa : Wm.C. Brown Publishers.
www. MyNiceSpace.com
www. psikologiperkembangan-remaja.blogspot.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
aduh blog we ko sepi bgt yah
BalasHapusterimakasih buat tulisan di blognya karena telah membantu tugas makalah saya
BalasHapusSebelumnya afwan ya...
BalasHapusmau minta ijin wat nyimpen...
ya wat tambahan bacaan...
bolehkan...
yo sip bleh2 ja bebas yng mo nulis.. asal bermanfaat....
BalasHapus